Komisi XI Desak Dirjen Bea&Cukai Lakukan Sinkronisasi Tugas Dengan Instansi Lain
Komisi XI DPR mendesak Direktrorat Jenderal Bea dan Cukai perlu melakukan sinkronisasi fungsi dan tugas dengan instansi lain seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Perpajakan maupun instansi terkait lainnya. Hal itu disampaikan Anggota Komisi XI Muhammad Hatta pada Rapat Dengar Pendapat antara Komisi XI dengan Dirjen Bea dan Cukai di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta (12/2).
Anggota Komisi XI DPR Melchias Marcus Mekeng mengusulkan agar ada kerjasama dengan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Ia menilai banyak titik di Indonesia menjadi daerah rawan penyelundupan, sehingga perlu dilakukan kerjasama bukan hanya dengan pelabuhan besar, tetapi termasuk pelabuhan kecil.
“Bea dan Cukai harus diperkuat. Apabila butuh dana ataupun alat, laporkan saja kepada Komisi XI, nanti akan dibantu,” tambah Melchias.
Komisi XI juga mempertanyakan mengenai kredibilitas staf Dirjen Bea dan Cukai. Dirjen ini menjadi palang pintu untuk barang-barang yang keluar dan masuk, dari dan ke Indonesia. Selain harus memiliki staf yang kredibel, Dirjen yang dipimpin oleh Agung Kuswandono ini harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai.
“Hal itu juga yang menjadi perhatian saya, bagaimana model pengawasan terhadap staf? Siapa juga yang mengawasi?,” tanya Andi Timo Pangerang, pimpinan rapat dengar pendapat ini.
Sedianya pada rapat dengar pendapat ini akan dibahas mengenai kasus penyelundupan Balckberry, namun agenda rapat lebih banyak membahas tentang modus penyelundupan di Indonesia dan berbagai kasus yang telah dibongkar oleh Bea dan Cukai.
Dirjen Bea Cukai, Agung Kuswandono menyebutkan, setidaknya ada tiga jenis penyelundupan yang terjadi di Indonesia. Yang pertama adalah penyelundupan fisik, yaitu penyelundupan barang secara langsung. Berikutnya adalah manipulasi data, harga maupun klasifikasi. Dalam hal ini, data barang yang masuk atau keluar di Indonesia dimanipulasi, sehingga tidak sesuai dengan aslinya. Dan modus yang terakhir adalah penyebutan nama teknis barang, sehingga sulit dilacak.
“Banyak jalan tikus didaerah-daerah perbatasan, sehingga kita perlu melakukan pengawasan yang cukup ketat. Kami juga menjalankan Border Management di daerah-daerah terluar dari Indonesia, untuk mengawasi lalu lintas barang yang melewati wilayah Indonesia,” ujar Agung. (sf), foto : wy/parle/hr.